Belajar dalam Pandangan Kognitif Piaget (BDP)

Belajar dalam Pandangan Kognitifivisme
Belajar dan Pembelajaran



BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Istilah "Cognitive" berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

B.                 Rumusan masalah
1.      Apa pengertian dari kognitif ?
2.      Bagaimana teori perkembangan dari Piaget ?
3.      Bagaimana teori Vygotsky ?
4.      Bagaimana teori pembelajaran menurut Bruner ?
5.      Bagaimana teori belajar bermakna dari Ausubel ?
C.                 Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari kognitif ?
2.      Untuk mengatahui teori perkembangan dari Piaget ?
3.      Untuk mengetahui teori dari Vygotsky ?
4.      Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Bruner ?
5.      Untuk mengetahui bagaimana teori belajar bermakna dari Ausubel ?




BAB 2
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang dosen diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya dosen tersebut harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi perkuliahan, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai mahasiswa dan sebagainya.
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi). Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi sistem-sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial.
Sedangkan Lev Vygotsky (1896-1934) menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah.
Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan.Menurut Bruner belajar memerlukan 3 proses yang hampir langsung bersamaan.Bruner juga membagi perkembnagan kognitif anak atas tahap-tahap tertentu yakni : enaktif, ikolik, simbolik.Kurikulum Spiral yaitu perkembangan kognitif yang dapat ditingkatkan dengan cara mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangan.Dalam hubungannya dengan matematika Bruner merumuskan 4 teorima tentang matematika yaitu :Teorima konstruksi, teorima notasi, teorima pengkontrasan dan variasi, teorima konektivitas.
            Ausubel mengemukakan bahwa belajar menerima dan belajar menemukan adalah dua hal yang berbeda.Pada belajar menerima,isi pokok yang akan dipelajari diberikan kepada siswa dalam bentuk catatan .Ausubel juga menjelaskan bahwa perbedaan antara belajar hafalan dan belajar bermakna sering dicampuradukkan dengan perbedaan antara belajar menerima dan belajar menemukan. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu.
·         Pandangan Teori Kognitivisme terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Dari beberapa teori belajar kognitif dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.

B.      Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Pada tahun 1920-an, Jean Piaget memulai program penelitian di Swiss yang telah memiliki pengaruh besar pada teori-teori pembelajaran dan teori perkembangan kognitif. Untuk menemukan dari mana pengetahuan berasal dan bentuk-bentuk pengetahuan yang dibutuhkan, Piaget dan rekan-rekannya melakukan sebuah serangkaian penelitian yang menawarkan banyak wawasan tentang bagaimana anak-anak berpikir dan belajar tentang dunia disekitar mereka (e.g., Inhelder & Piaget, 1958; Piaget, 1928, 1952b, 1959, 1970, 1971, 1972, 1980; Piaget & Inhelder, 1969).
Meskipun teori Piaget berasal dari tahun 1920-an, dampaknya terhadap pemikiran psikologis belahan barat tidak banyak dirasakan sampai tahun 1960-an, mungkin karena beberapa alasan seperti bahwa Piaget, yang berasal dari Swiss, menulis dalam bahasa Prancis, dan karya awalnya kurang dapat diakses oleh Psikolog yang berbahasa Inggris. Alasan kedua bahwa program penelitian Piaget hanya mempunyai sedikit pengaruh pada awalnya karena metodologi penelitiannya tidak konvensional. Piaget menggunakan metode penelitian yang disebut metode klinis (clinical method). Piaget memberikan anak berbagai tugas dan masalah, mengajukan serangkaian pertanyaan tentang masing-masing tugas dan masalah tersebut. Ia mengadakan wawancara untuk mengetahui respon khusus yang anak-anak berikan, dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang bervariasi antara satu anak dengan anak yang lain. Prosedur tersebut secara radikal berbeda dari standarnya, dengan demikian tidak dapat diterima oleh banyak pengikut Piaget di Amerika Utara. Tetapi alasan utama teori Piaget tidak segera menjadi bagian dari arus utama pemikiran psikologis adalah karena ketidakcocokan filosofinya dengan perspektif behaviorist yang mendominasi studi pembelajaran sampai tahun 1960-an.
Namun akhirnya karya Piaget menjadi populer karena dianggap merupakan sebuah teori global tentang perkembangan intelektual, menggabungkan beragam topik seperti bahasa, penalaran logis, penilaian moral, serta konsepsi waktu dan ruang. Selain itu, studi unik Piaget dengan anak yang sering melibatkan situasi masalah yang dirancang dengan sangat baik mengungkapkan banyak hal tentang sifat anak-anak dalam berpikir.
Inti kunci dari teori Piaget antara lain:
a. Anak-anak adalah pembelajar yang aktif dan termotivasi.
Piaget berpandangan bahwa anak-anak secara alami selalu ingin tahu tentang dunia mereka dan secara aktif mencari informasi untuk membantu mereka dalam memahaminya kemudian anak-anak memanipulasi rangsangan tersebut dan mengamati efek dari tindakan mereka.
b. Anak mengatur apa yang mereka pelajari dari pengalaman mereka.
Anak-anak tidak hanya mengumpulkan hal yang mereka pelajari ke dalam kumpulan fakta sebaliknya mereka menarik pengalaman mereka bersama-sama dalam pandangan terpadu tentang dunia. Misalnya, dengan mengamati bahwa makanan, mainan, dan benda-benda lain selalu jatuh ke bawah ketika dilepas, anak-anak mulai membangun dasar pemahaman gravitasi. Ketika mereka berinteraksi dengan hewan peliharaan, mengunjungi kebun binatang, melihat buku bergambar, dan seterusnya, mereka mengembangkan pemahaman tentang hewan yang semakin kompleks. Piaget menggambarkan pembelajaran sebagai proses yang sangat konstruktif: Anak-anak membuat (bukan hanya menyerap) pengetahuan mereka tentang dunia.
Dalam terminologi Piaget, hal-hal yang dipelajari dan dapat dilakukan oleh anak-anak disebut sebagai skema, yaitu kelompok tindakan atau pikiran serupa yang digunakan berulang kali sebagai respons terhadap lingkungan. Piaget mengemukakan bahwa skema baru yang akan muncul, dan skema yang sudah ada dipraktekkan secara berulang-ulang, kadang-kadang dimodifikasi, dan kadang-kadang terintegrasi satu sama lain dalam struktur kognitif. Teori Piaget berfokus pada pengembangan struktur kognitif yang mengatur penalaran logis yang disebut sebagai operasi.
c. Interaksi dengan lingkungan fisik sangat penting untuk pembelajaran dan perkembangan kognitif.
Proses berinteraksi anak-anak dengan lingkungan biasanya anak-anak yang sedang bertumbuh akan mengembangkan dan memodifikasi skema mereka. Dalam pandangan Piaget, anak-anak bertindak sebagai ilmuwan muda, meskipun tanpa manfaat dari proses penalaran ilmiah yang digunakan oleh ilmuwan dewasa.
d. Interaksi dengan orang lain penting untuk pembelajaran dan pengembangan.
Melalui interaksi sosial, baik positif (misalnya, percakapan) dan negatif (misalnya, konflik atas isu-isu), anak-anak secara bertahap akan menyadari bahwa setiap orang akan melihat suatu hal-hal yang berbeda dan bahwa pandangan mereka sendiri tentang dunia tidak selalu akurat atau logis. Misalnya melalui diskusi dengan teman sebaya atau orang dewasa tentang isu-isu sosial dan politik, siswa SMA perlahan-lahan dapat mengubah idealisme mereka tentang bagaimana sesama manusia harus berperilaku.
e. Anak-anak beradaptasi dengan lingkungannya melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Menurut Piaget, anak-anak berinteraksi dengan lingkungannya melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu cara yang memerlukan tanggapan dan mungkin menafsirkan suatu obyek atau kejadian dengan cara yang konsisten dengan skema yang ada. Misalnya Seorang siswa kelas dua yang telah mengembangkan skema untuk menambahkan dua apel dan tiga apel untuk membuat lima buah apel mungkin mereka akan mengaplikasikan skema ini ke situasi yang melibatkan penambahan dua dolar dan tiga dolar.
Namun kadang anak-anak tidak dapat dengan mudah merespon sebuah objek atau peristiwa baru menggunakan skema yang ada. Dalam hal ini terdapat dua bentuk akomodasi yang menanggapi hal tersebut yaitu : anak-anak akan memodifikasi skema yang ada untuk menjelaskan objek baru atau peristiwa atau yang lain dan anak-anak akan membentuk skema yang baru untuk menghadapinya. Misalnya bayi yang telah belajar merangkak harus menyesuaikan gaya merangkaknya ketika dia bertemu tangga. Dan seorang anak yang menemukan makhluk seperti ular panjang dengan empat kaki, mereka akan menolak skema bahwa hewan itu adalah ular karena tidak memiliki kaki dan hal ini mendukung pembuatan skema yang baru.
Asimilasi dan akomodasi adalah proses saling melengkapi : Asimilasi melibatkan bagaimana memodifikasi persepsi seseorang tentang lingkungan agar sesuai skema, dan akomodasi melibatkan bagaimana memodifikasi skema agar sesuai lingkungan. Dalam pandangan Piaget, dua proses ini biasanya berjalan beriringan, missalnya anak-anak yang menanggapi peristiwa baru dalam konteks pengetahuan yang ada (asimilasi) tetapi juga memodifikasi pengetahuan mereka sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa tersebut (akomodasi).
f. Proses equilibrasi mempromosikan perkembangan terhadap bentuk-bentuk pemikiran yang semakin kompleks
Equilibrium (setimbang) adalah waktu dimana anak-anak bisa dengan mudah menafsirkan dan merespon kejadian baru menggunakan skema yang ada. Namun kesetimbangan ini tidak berlangsung selamanya, anak-anak juga sering menghadapi situasi di mana pengetahuan dan keterampilan mereka tidak memadai. Situasi seperti ini disebut Disequilibrium (ketidakseimbangan). Disquilibrium adalah semacam ketidaknyamanan mental yang memacu mereka untuk mencoba memahami apa yang mereka amati.
g. Anak-anak berpikir dengan cara yang berbeda secara kualitatif pada tingkat usia yang berbeda
Ciri utama dari teori Piaget adalah keterangan dari empat tahap yang berbeda dari perkembangan kognitif, masing-masing dengan pola pemikiran yang unik. Setiap tahap dibangun di atas pencapaian dari setiap tahap sebelumnya, dan dengan demikian anak-anak akan melalui empat tahap secara berurutan. Tahapan Piaget memberikan wawasan tentang sifat pemikiran anak-anak pada tingkat usia yang berbeda.
Piaget berspekulasi bahwa perkembangan anak melalui empat tahap dibatasi oleh pematangan neurologis, yaitu perubahan perkembangan yang dikontrol secara genetik pada otak. Otak terus berkembang sepanjang masa kanak-kanak, remaja, dan awal dewasa sehingga perkembangan neurologis yang berkelanjutan ini memungkinkan manusia yang sedang tumbuh untuk berpikir dalam cara yang semakin maju.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
a.      Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
b.      Pengalaman
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
c.       Interaksi Sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif
d.      Ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri (ekuilibrasi), mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
Dalam pandangan Piaget, anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka dengan menggunakan skema untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami. Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget (1952) mengatakan bahwa ada dua proses yang bertanggung jawab atas seseorang menggunakan dan mengadaptasi skema mereka:
1.      Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya.
2.  Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1.         Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll.
2.         Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.
3.         Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
4.         Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwa berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.

D.    Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Teori vygotsky berfokus pada tiga faktor  yaitu budaya, bahasa dan zona pengembangan proximal.
·         Budaya
Gagasan Vygotsky bahwa budaya dan lingkungan sosial anak-anak merupakan hal utama dalam membangun pengetahuan  (lihat gamabr 3.1). yaitu, bahwa anak-anak belajar tentang dunia dan cara pengetahuan ini dipelajari dan ditentukan oleh masyarakat yang mereka miliki dan tatanan sosial yang merupakan bagian dari mereka. Anak –anak belajar  melalui melalui interaksi dengan yang lain dan juga melalui elemen budaya/kebiasaan yang mereka miliki, seperti lagu-lagu, bahasa, seni dan permainan. Misalnya, seorang anak yang tumbuh di sebagian besar negara beragama katolik bisa mengalaminya memelalui bahasa dan masyarakat tentang pandangan kuat terkait anti-aborsi. Ini akan mengakibatkan pembelajaran, pengetahuan, dan sudutpandang anak pada isu tersebut.
Sebagai kesimpulan, Vygotsky menyatakan bahwa budaya pertama kali berefek pada pembelajaran, selama anak belajar melalui interaksi dan kerjasama dengan lainnya dan lingkungan, dan kedua, anak berkembang melalui perwakilan simbolik dari budaya anak. Sebagai contoh : seni, bahasa, permainan, lagu-lagu dan sebagainya. Perkembangan anak merefleksikan dan mendalami budaya yang mereka miliki. Oleh karena itu, budaya memberikan kerangka kerja di mana anak menciptakan arti.
·         Bahasa
Vigotsky melihat bawa bahasa sebagai kepentingan utama dalam proses belajar. Dia beranggapan bahwa ada hubungan nyata/jelas antara perkembangan bahasa dan kognitive. Vygotsky menyatakan bahwa kita mengartikan dan mewakili dunia kita melalui bahasa, bahasa adalah sistem simbolis yang mana kita berkomunikasi dan bahwa bahasa adalah alat budaya.

ü  Tahapan Perkembangan Bahasa
Vygotsky menyatakan bahwa ada tiga tahapan dari perkembangan bahasa. Hal tersebut digambarkan dalam tabel 3.1, berdasarkan Luna (1992) dan LeFrancis (1994).
Table 3.1 tahapan perkembangan bahasa Vygotsky
Tahapan
Perkiraan Usia
Deskripsi / gambaran
Pembicara sosial (Pembicaraan eksternal)
Lebih dari 3 tahun
Pembicaraan digunakan untuk mengontrol kebiasaan orang lain. Mengpressikan emosi dan gagasan  yang simpel/biasa.Contoh nya “saya mau ayah”. Ini menimbulkan kebiasaan-mengiginkan ayah.
Pembicaraan egosentris
3-7 tahun
Anak-anak berbicara sendiri tanpa memperhatikan individu lain yang mendengarkannya. Mereka mengatakan sesuatu dengan suara besar untuk menunjukkan prilaku mereka.Mereka berbicara tentang apa yang mereka lakukan dan kenapa. Alasan mereka adalah bahasa harus dicarakan pada prilaku langsung. Misalnya,seorang anak akan sering mengatakan hop , scotch (hopscotch=main jingkat). Hop/loncat ketika bermain permainan jingkat seolah-olah ingin memberitahukan tubuh mereka untuk melakukan apa.
Pembicaraan inti/ mendalam
7 tahun ke atas dan dewasa
Pembicaraan inti ini adalah diam (dalam hati); itu digunakan untuk gagasan dan kebiasaan secara langsung. Ketiakan tahapan ini dicapai individu bisa terlibat dalam semua tiga tipe fungsi mental lebih tinggi. Seorang dewasa bisa memiliki pembicaraan inti/mendalam tentang apa yang mereka masak untuk makan malam atau akan mengatakan apa ketika mereka bertemu seseorang. Ini mempersiapkan mereka dan prilaku langsung pada situasi sebenarnya.

·         Zona Jarak Perkembangan
Sebuah faktr kunci dari Vygotsky adalah zona jarak perkembangan atau ZPD. Ide tersebut telah ada pada setiap saat seoang anak sedang berfungsi pada sebuah tingkat tertentu dari perkembangan. Bagaimana pun vygotsky berfikir bahwa masing-masing anak sanggup berkembang lebih jauh jika didukung dan diarahkan oleh pengalaman sebelumnya.
Zona jarak perkembangan atau ZPD merupakan jarak antara tingkat perkembangan sebenarnya dan tingkat potensial dari anak. Itu berbeda antara tingkat sebenarnya yang termasuk proses yang sudah berkembang, dan ZPD  yang termasuk proses atau fungsi-fungsi yang masih belum matang/dewasa.
Faktor utama dari teori ini adalah peran guru atau ahli lainnya yang berpengalaman .  Ide vygotsky ialh guru atau orang lain yang berpengalaman memberikan peran utama dalam menuntun anak, membuat masukan-masukan, memberikan strategi-strategi,. Seorang anak muda mungkin berjuang melengkapi 25 bagian Jigsaw (permainan gambar) , tapi seorang dewasa bekerja denganya dapat menyarankan strategi-strategi  seperti perputaran bergilir dari bagian jigsaw tersebut, membuat batasan awal atau mencoba menempatkan bagian tersbut secara besamaan dari warna gambar yang sama. Dalam cara ini, anak lebih mengunakan pengetahuan dari ahli yang lain, daripada melengkapi jigsaw tersebut. Mereka mampu mencaai sesuatu bukan dengan tingkat kemampuan mereka. Dengan demikian, mereka bergerak dari tingkat sebenarnya ke tingkat potensial mereka. Anak yang bukan saintis mencoba menemukan solusi (penemuan baru) tapi sebagai pelajar aktif diarahkan oleh orang yang berpengalaman lainnya. Orang lain itu dapat membantu perkembanagan anak dan mempertinggi prestasi  mereka.
capture-20131006-113523.png
ü  Scaffolding (Perancah)
Bruner mengembangan ide Vygotsky lebih lanjut. Dia menyarankan bahwa banyak ahli secara pribadi memberikan scaffolding pada pelajar. Orang dewasa memberikan kerangka kerja atau mendirikan perancah (scaffold) saat anak mengembangkan pemahaman mereka. Pertama sekali orang dewasa bisa bisa  memberikan saran-saran dan dorongan. Ini akan berkurang selama mereka tidak lagi membutuhkannya. Jika kembali ke contoh awal., ketika seorang anak awalnya meyempurnakan Jigsaw  maka bayaknya bantuan dan arahan diperoleh. Sejauh anak melakukan latihan mereka mempelajari strategi seperti membuat batasan duluan dan oleh karena itu orang dewasa perlu  memberikan sedikit dukungan beberapa dorongan lisan.
Tidak seperti Piaget, vygotski tidak memikirkan bahwa anak-anak butuh persiapan untuk belajar konsep yang baru, tapi mereka perlu diberikan dengan masaalah-masalah diatas tingkat perkembangan mereka. Aktifitas-aktifitas ini akan memunculkan pembelajaran jika diberikan scaffold (tangga-tangga/ perancah) dan jika itu jatuh tak lebih dari ZPD.  Jika aktifikas itu melebihi ZPD anak akan gagal dan tidak bisa memahami strategi dan solusi-solusi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Ini bisa mendapatkan masaalah negatif pada anak dan usaha kedepan merekadlaam belajar. Dengan demikian teman/partner yang lebih bepengalaman membrikan bantuan dengan menjadikan sebuah scaffold yang cerdas, yang membolehkan sedikit siswa ahli untuk memcapai tugas lebih lebih sulit daripada kemungkinan sendiri (Stone 1995).
Scaffolding (perancah) ini, bruner menyarankan,perlu dalam konsep belalajar sekarang. Sebagai contoh,ketika seroang anak belajar perkalian, jumlah dari 6 x 2 mungkin tidak bisa, tapi seorang ahli bisa menyarakan dengan memulai  2 kemudian tambahkan 2 hingga itu mencapai sebanyak 6 dari 2.ini mmberikan anak dengan strategi untuk memecahkan ini dan masaalh berikutnya. Cuma seperti dalam sebuah kerja bangunan, sebuah Scaffold tidak selamanya disyaratkan-segera setelah konsep dipahami scaffold bisa di gantikan dan anak akan mampu menagani masalah tanpa bantuan.
ü  Tahapan Model Dari Pembentukan Konsep Vygotsky
Vygotsky telah merancang sebuah model, yang menggambarkan perkembangan pembentukan konsep anak-anak. Diagram dari model ini bisa dilihat di gambar.
Vygotsky (1987) memperkenalkan anak-anak dengan blok kayu, yang dibedakan dalam potongan dan ketinggian. Masing2 blok ditandai denagn sebuah suku kata yang tidak bermakna. Anan diminta untuk bekerja mencari apa arti dari suku kata tersebut. Dia mencatat bahwa mereka bekerja melalui tiga tahapan awal yang tampak di gambar 3.3. sebelum mencapai konsep yang matang. Padatahaan awal anak-anak sebagian besar membentuk konsep teserbut dengan trial (percobaan)dan error (salah). Selama tahapan kedua mereka menggunakan beberapa strategi yang tepat tapi mereka tidak mengidentifikasi sifat/hal yang utama. Pada tahapan ketiga, anak-anak mengidentifikasi hanya satu sifat/hal pada satu waktu. Pada akhirnya, anak-anak mampu memproses beberapa hal yang berbeda pada waktu bersamaan.
capture-20131006-113617.png
Harus diacatat bahwa teori vygotsky belum diuji secara luas seperti teori Piaget. Teori Piaget relatif mudah untuk percobaan, sepertinya itu mungkin untuk meniru studinya dan mengivestigasi secara ilmiah idenya melalui bayak eksperimen.  Bagaimana pun, ide vigotsky tidak bisa diuji dengan cara ini karna faotor-faktor yang diidentifikasi begitu penting, seperti budaya tidak mudah bisa diuji. Bagaimanapun, ada beberapa bukti empiris dan ini ditinjau sekarang.
E.     Teori kognitif dari Bruner
Belajar merupakan aktifitas yang berproses, tentu didalamnya terjadi  perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dan lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional. Dalam konsep belajar penemuan menurut Jerome Bruner ada tiga episode/tahap yang ditempuh oleh siswa, yaitu: tahap informasi (tahap penerimaan materi), tahap transformasi (tahap pengubahan materi) dan tahap evaluasi (tahap penilaian materi). Dan konsep ini merupakan konsep belajar yang menentang konsep belajar aliran behavioristik. Nasution menjelaskan bahwa ketiga tahapan konsep penemuan Jerome Bruner tersebut saling berkaitan di antaranya:
1.      Pertama tahap informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tiap pelajaran kita proleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya , misalnya tidak ada energy yang lenyap.
2.      Kedua, tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
Informasi itu harus dianalisis , diubah atau ditransformasi kebentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
3.      Ketiga, tahap evaluasi (tahap penilaian materi) 
Dinilai seberapa besar pengetahuan yang diproleh  dan ditransformasikan itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar ketiga tahapan ini selalu terjadi. Karena yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditransformasi.  Tiap tahapan tidak selalu sama. Hal ini tergantung pada hasil yang diharapkan,  seperti motivasi murid belajar, minat, keinginan mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri. Konsep ini juga menjelaskan bahwa prinsip pembelajaran harus memperhatikan perubahan kondisi internal peserta didik yang terjadi selama pengalaman belajar dibecrikan dikelas. Pengalaman yang diberikan dalam pembelajaran harus bersifat penemuan yang memungkinkan peserta didik dapat memperoleh informasi dan keterampilan baru dari pelajaran sebelumya.
Oleh karena itu, konsep pembelajaran ini secara sadar mengembangkan proses belajar siswa yang mengarah kepada aspek jiwa dan aspek raga. Sesuai dengan pengertian belajar itu sendiri yaitu : Serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan linkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, dan psikomotorik.
·         Belajar Penemuan  Menurut Jerome Bruner
Bruner adalah tokoh yang mencetuskan konsep belajar penemuan (discovery), Beliau juga seseorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif, dan  menandai perkembangan kognitif menusia sebagai berikut:
Pertama Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan. kedua Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan system penyimpanan informasi secara realis. ketiga Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri. keempat  Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya. kelima Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain. keenam Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternative secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.
Teori free discovery learning bertitik tolak pada teori belajar kognitif, yang menyatakan belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan ini tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Asumsi dasar teori kognitif ini adalah setiap orang memiliki telah memiliki pengetahuan dan penglaman dalam dirinya. Pengalaman dan pengetauan ini tertata dalam bentuk struktur kognetif. Maka dari itu Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran yang baru, beradaptasi atau berkesinambungan secara ‘klop’ dengan struktur kognetif yang sudah dimilki oleh peserta didik.
Menurut Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan dengan cara melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik.
1)                  Tahap enaktif pada tahap ini anak didik melakukan aktivitas-aktivitas dalam usaha memahami lingkungan sekitarnya. Peserta didik melakukan observasi dengan cara mengalami secara langsung suatu realitas. Artinya, dalam memahami dunia sekitar, anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainnya.
2)                  Tahap ikonik pada tahap ini anak didik melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal, dalam memahami dunia sekitarnya. Anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
3)                  Tahap simbolik pada tahap ini peserta didik anak didik mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika serta komunikasi dilakukan dengan pertolongan sistem symbol. Semakin dewasa seseorang maka system symbol ini semakin dominan. Peserta didik telah mampu memahami gagasan-gagasan abstrak. Peserta didik membuat abstraksi berupa teoti-teori, penafsiran, analisis dan sebagainya terhadap realitas yang telah diamati dan dialami.
Menurut Bruner belajar untuk sesuatu  tidak usah ditunggu sampai peserta didik mencapai tahap perkembangan tertentu, yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan kepadanya. Dengan kata lain perkembangan kognetif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan belajar yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, tetapi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Artinya menunutut adanya pengulangan-pengulangan. Cara belajar terbaik menurut Bruner  adalah dengan memahami konsep arti, dan suatu kesimpulan  free discovery lerning. Atau dapat dikatangan sebagai belajar dengan menemukan discovery.


E. Belajar bermakna dari ausubel
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
default.jpeg
Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya.
            Pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya. Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Dua syarat untuk materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya.
a.       Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan     tingkat    perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b.      Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan   penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena,  dan fakta-fakta baru kedalam system pengertian yang telah dipunyainya.
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.
Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:
1.      Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2.       Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3.      Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
4.       Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.












BAB III
PENUTUP
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation).
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia: Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun), Periode praoperasional (usia 2–7 tahun), Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun), Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa).
Teori vygotsky berfokus pada tiga faktor  yaitu budaya, bahasa dan zona pengembangan proximal.
Menurut Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan dengan cara melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik.
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.








DAFTAR PUSTAKA
Adek. “Teori Perkembangan Kognitif Vigotsky”. Online. http://valmband.multiply.com/journal/item/11?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. Diakses 26 Februaari 2015.
Anonim.  http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%e2%80%9djerome-bruner-belajar-penemuan%e2%80%9d/. Belajar dan Pembelajaran. (On line).
Anonim. “Teori Piaget Tentang Perkembangan Kognitif”. Online. http://edukasi.kompasiana.com/2015/02/26/teori-piaget-dan-vygotsky/. Diakses 26 Februaari 2015
 King, Laura A. 2010. Psikologi Umum Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.
Nur Azizah Fadhillah. “Teori Pendidikan: Teori Perkembangan Sosial Kognitif Lev Vygotsky”. Online. http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/03/teori-pendidikan-teori-perkembangan-sosial-kognitif-lev-vygotsky/. Diakses 26 Februaari 2015
Pristiadi Utomo. “Piaget dan Teorinya”. Online. http://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya/. Diakses 26 Februaari 2015
Ratumanan. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press

Komentar

Postingan Populer